Pajak adalah kontribusi wajib bagi setiap warga negara untuk membiayai segala kegiatan pemerintah. Namun, tidak jarang wajib pajak dihadapkan pada sanksi berat karena kelalaian atau ketidakpatuhan. Sebagai solusi, pemerintah pernah meluncurkan kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak.
Lantas, apa yang dimaksud dengan tax amnesty?
Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, tax amnesty adalah penghapusan pajak terutang, serta penghapusan sanksi administrasi dan pidana di bidang perpajakan. Program ini memungkinkan wajib pajak untuk mengungkapkan harta yang belum dilaporkan dan membayar uang tebusan, tanpa khawatir akan tuntutan hukum.
Latar Belakang dan Tujuan Kebijakan Tax Amnesty
Program tax amnesty dilatarbelakangi oleh beberapa faktor. Melansir dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pemerintah menyadari bahwa pajak seringkali dianggap momok bagi masyarakat. Hal ini disebabkan oleh tingginya beban pajak, keterbatasan administrasi perpajakan, dan kurangnya kesadaran wajib pajak, yang pada akhirnya mendorong perilaku pengelakan pajak.
Tujuan utama dari tax amnesty adalah untuk mengumpulkan kas negara dari penerimaan pajak. Program ini memberikan kesempatan berbatas waktu bagi wajib pajak untuk membersihkan diri dari kewajiban pajak masa lalu.
Di Indonesia, tax amnesty sudah berlangsung sejak 1964 dan tercatat ada lima program hingga 2022. Program pertama digelar pada era Presiden Soekarno dengan tujuan mengembalikan dana revolusi dan berlangsung hingga 17 Agustus 1965. Pada 1984, di era Presiden Soeharto, pemerintah kembali mengadakan pengampunan pajak sebagai respons terhadap penurunan harga minyak dan menurunnya penerimaan migas. Program ini dilaksanakan dari 18 April 1984 sampai 30 Juni 1985 melalui Keputusan Presiden No. 26/1984.
Pada 2008, pemerintah meluncurkan program Sunset Policy berdasarkan PMK No. 18/PMK.03/2008 yang memberi kesempatan Wajib Pajak untuk memperbaiki laporan pajak tanpa sanksi. Hasilnya, sekitar 5,4 juta Wajib Pajak memanfaatkan kesempatan ini dan menghasilkan penerimaan tambahan Rp 7,46 triliun. Selanjutnya, Tax Amnesty Jilid Pertama di era Presiden Joko Widodo berlangsung 28 Juni 2016 hingga 31 Maret 2017 berdasarkan UU No. 11 Tahun 2016. Program ini berhasil menarik lebih dari 956.000 Wajib Pajak untuk melaporkan aset dari dalam maupun luar negeri.
Tax Amnesty Jilid Kedua, yang dikenal dengan Program Pengungkapan Sukarela (PPS), digelar pada 1 Januari hingga 30 Juni 2022. Fokusnya adalah pengungkapan aset yang belum terlapor pada program sebelumnya.
Sanksi Berat Bagi Wajib Pajak yang Lalai
Sebelum adanya tax amnesty, wajib pajak yang lalai dapat dikenakan sanksi berat.
- Sanksi Administrasi: Wajib pajak yang terlambat membayar pajak akan dikenakan denda sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak terutang.
- Sanksi Tidak Lapor Surat Pemberitahuan (SPT): Denda untuk keterlambatan pelaporan SPT bervariasi, mulai dari Rp100.000 (untuk SPT Tahunan Orang Pribadi) hingga Rp1.000.000 (untuk SPT Tahunan Badan).
- Sanksi Pidana: Ini adalah sanksi terberat. Wajib pajak yang sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut, dapat diancam pidana penjara minimal 6 bulan dan maksimal 6 tahun, serta denda minimal 2 kali pajak terutang.
Dampak Negatif yang Perlu Diwaspadai
Meskipun terlihat sebagai solusi yang efektif, tax amnesty juga memiliki dampak negatif yang harus dipertimbangkan. Menurut berbagai sumber, pelaksanaan tax amnesty yang berulang dapat menimbulkan masalah.
- Mengurangi Kedisiplinan Wajib Pajak: Program yang berulang bisa menciptakan ekspektasi bahwa akan ada pengampunan lagi di masa depan. Hal ini berpotensi menurunkan kepatuhan sukarela dan melemahkan etika pajak di masyarakat.
- Menimbulkan Ketidakadilan: Wajib pajak yang selama ini taat dan jujur akan merasa tidak adil jika mereka yang tidak patuh justru mendapat pengampunan.
- Menurunkan Kepercayaan Investor: Investor bisa kehilangan kepercayaan terhadap kemampuan pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak secara berkelanjutan, sehingga mereka enggan membeli surat utang negara (SUN) dan sukuk.
- Membutuhkan Pengawasan Ketat: Agar efektif, tax amnesty harus diterapkan secara adil dan diawasi ketat, tanpa diskriminasi.
Pada akhirnya, tax amnesty adalah kebijakan yang memiliki dua sisi mata uang. Di satu sisi, ia bisa menjadi solusi cepat untuk meningkatkan penerimaan negara dan mendorong kepatuhan. Namun, di sisi lain, jika tidak dikelola dengan bijak, ia bisa mengikis kesadaran dan etika pajak yang seharusnya dibangun secara berkelanjutan.
Tinggalkan Komentar
Komentar