Periskop.id – Kementerian Keuangan menyatakan, realisasi Dana Transfer Ke daerah (TKD) per 31 Agustus 2025 naik 1,7% menjadi Rp571,5 triliun (62,1% dari pagu APBN), dibanding periode yang sama tahun 2024 sebesar Rp562,1 triliun. Realisasi TKD yang lebih tinggi ini terjadi karena adanya perbaikan penyampaian dan pemenuhan sayarat salur oleh pemerinrah daerah (Pemda).
Namun, kenaikan TKD tersebut justru diriingi oleh penyerapan belanja daerah oleh pemerintah daerah (Pemda) yang melambat. Realisasi belanja yang melambat ini ditaksir dipengaruhi oleh pergantian kepemimpinan di sejumlah daerah dan kebijakan efisiensi.
“Bisa jadi ini ada perlambatan karena pergantian kepemimpinan. Juga ada perlambatan karena kebijakan pencadangan yang kita keluarkan lewat Inpres 1 2025,” kata Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam konfrensi pers APBN Kita di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (22/9).
Jika dirinci, belanja pegawai di daerah sampai 31 September 2025 tercatat sebesar Rp281 triliun, turun 1,5% dibanding setahun yang lalu yang tercatat sebesar Rp285,2 triliun. Selanjutnya, belanja barang dan jasa yang dilakukan pemda terealisasi sebesar Rp170,1 triliun, turun 10,6% dari sebelumnya Rp190,2 triliun di 31 September 2024.
Sedangkan untuk belanja modal juga turun 32,6% menjadi Rp44,9 triliun dari sebelumnya Rp66,5 triliun di periode yang sama tahun lalu. Adapun untuk belanja lainnya, terealisasi menjadi Rp128,4 triliun, atau turun 30,7% dibanding setahun sebelumnya sebedsar Rp185,3 triliun.
Jumlah TKD yang meningkat dan terkontraksinya belanja Pemda membuat jumlah dana pemda di perbankan pun meningkat di akhir Agustus 2025 menjadi Rp233,11 triliun. Di akhir Agustus 2024, dana pemda di perbankan tercatat Rp192,57 triliun.
“Karena itu kami berharap pemerintah daerah akan belanja lebih cepat di dalam sisa waktu 3 bulan ke depan,” imbuhnya.
Daerah, lanjutnya, perlu terus di dorong untuk akselerasi belanja agar APBD mampu memberikan stimulus bagi perekonomian nasional. “Jadi kita berharap, daerah akan terus mendorong akselerasi belanja agar APBD mampu memberikan stimulus bagi perekonomian di daerah bersama-sama dengan APBN,” ucapnya.
Kontribusi Jawa
Sekadar informasi, berdasarkan sebaran dana pemda di perbankan, wilayah di Jawa menjadi yang terbesar dengan Rp84,77 triliun (36.37%) dari 119 pemda. Disusul wilayah Kalimantan dengan 61 pemda yang masih menaruh Rp51,34 triliun (22,03%) di perbankan.
Selanjutnya, wilayah Sumatra dengan 164 pemda, masih menyimpan dana sebesar Rp43,63 (18,71 triliun) di perbankan. Wilayah lainnya adalah Sulawesi dengan 87 pemda, masih menyiksakan uangnya senilai Rp19,27 triliun (8,27%) di perbankan.
Kemudian wilayah Maluku dan Papua dengan 67 Pemda, masih menaruh uangnya sebesar Rp17,34 triliun (7,44%) di perbankan. Terakhir, wilayah Bali dan Nusa Tenggara dengan 44 pemda, masih menyimpan Rp 16,75 triliun (7,19%) di perbankan.
Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menuturkan, ke depan aka nada perbaikan ekonomi dan perbaikan demand karena suplai uang ditambah di sistem perekonomian berikutnya. “Pertumbuhan ekonomi terdistribusi dengan baik ke seluruh wilayah Indonesia,” cetusnya.
Sejauh ini, lanjutnya, pulau Jawa tetap menjadi kontributor utama perekonomian nasional dengan pangsa PDB sebesar 59,6% dan pertumbuhan mencapai 5,2%. Sedangkan Sumatera tumbuhnya 5,0% di tiriwan kedua, Kalimantan 5%, Sulawesi 5,8%, Papua 3,3%, Bali dan Indonesia Tenggara hanya 2,8%.
“Jadi kita tahu kelemahan kita di mana, nanti kita perbaiki Bali, Indonesia Tenggara, Papua, dan Indonesia Tenggara ya,” ucap Purbaya.
Standar Layanan
Sebelumnya, Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto meminta kepada seluruh pemerintah daerah (pemda) untuk tetap memaksimalkan kualitas layanan publik meski pemerintah saat ini tengah menerapkan efisiensi dalam alokasi transfer ke daerah (TKD).
"Standar pelayanan minimal di daerah tetap dijalankan, yang menjadi amanat dari undang-undang, seperti kesehatan, pendidikan, pelayanan publik. Jadi efisiensi atau pengurangan transfer ke daerah jangan sampai berdampak pada standar pelayanan minimal," tuturnya.
Bima juga menegaskan pentingnya sinkronisasi program prioritas nasional dengan program pemerintah daerah, untuk memastikan program-program tersebut bisa berjalan optimal dan saling melengkapi.
Sebagai catatan, dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, pemerintah pusat mengalokasikan transfer ke daerah sebesar Rp650 triliun, sementara pada APBN 2025 mencapai Rp919 triliun.
Kemudian pemerintah dan DPR sepakat merevisi postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2026. Salah satu perubahan terletak pada anggaran TKD. TKD sepakat direvisi menjadi senilai Rp693 triliun dalam RAPBN, atau selisih Rp43 triliun dari rancangan sebelumnya senilai Rp650 triliun
Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) sebelumnya juga menegaskan, jajaran APEKSI akan terus melakukan efisiensi sehingga anggaran yang ada bisa dimaksimalkan untuk program yang bermanfaat langsung kepada masyarakat.
"Jadi alhamdulillah ya ada kenaikan Rp43 triliun karena kami disampaikan bagaimanapun kami harus melakukan hal-hal yang anggaran-anggaran yang harus tepat sasaran langsung ke masyarakat," Ketua Umum APEKSI sekaligus Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi.
Tinggalkan Komentar
Komentar