periskop.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Satgas PASTI membentuk Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) sebagai pusat pelaporan dan koordinasi lintas sektor untuk menekan maraknya kejahatan digital ini. IASC yang diluncurkan pada November tahun lalu menjadi wadah kolaborasi antara OJK, perbankan, marketplace, serta operator telekomunikasi.

“Hampir semua kejahatan itu pasti menggunakan seluler. Karena itu, kita juga harus mengajak para operator seluler untuk bersama-sama memerangi scammer,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen (KE PEPK) OJK, Friderica Widyasari Dewi, dikutip Sabru (1/11).

Ia menjelaskan, tren kejahatan siber kini tidak hanya berputar di sistem keuangan, melainkan juga merambah ke marketplace dan sektor digital lain. Untuk itu, OJK bersama para mitra terus memperkuat langkah preventif, penindakan, serta penguatan kelembagaan dan infrastruktur.

Dari laporan yang diterima IASC, tercatat 10 modus scam terbesar yang paling sering menjerat masyarakat. Penipuan transaksi belanja menempati posisi teratas, dengan lebih dari 56 ribu laporan dan total kerugian mencapai lebih dari Rp1 triliun.

“Rata-rata kerugian per kasus sekitar Rp17 juta,” ungkap Kiki, begitu panggilan akrabnya.

Modus ini umumnya menimpa kalangan ibu rumah tangga yang tergoda harga murah di platform belanja daring.

“Budayanya beda seribu–dua ribu aja semangat cari yang lebih murah. Sudah tahu harga telepon seluler sekian, tiba-tiba ada yang menawari setengah harga, langsung semangat banget. Pas sudah transfer, barangnya gak pernah datang,” imbuh Kiki.

Selain penipuan belanja, modus lain yang kerap muncul di antaranya telepon palsu (fake call), penipuan investasi, penawaran kerja fiktif, penipuan hadiah, penipuan media sosial, phishing, social engineering, pinjaman online fiktif, serta penipuan melalui APK atau WhatsApp scam.

Namun, di antara semua modus tersebut, yang disebut paling menyakitkan adalah love scam. Yakni penipuan berkedok hubungan asmara.

“Tidak banyak, tapi korbannya sakitnya luar biasa. Jadi, mendingan cari yang ada orangnya, daripada yang kelihatannya perfect tapi gak ada,” ujarnya sambil berkelakar.

OJK menegaskan bahwa peningkatan literasi digital menjadi kunci pencegahan utama. Masyarakat diimbau lebih waspada terhadap tawaran mencurigakan, menjaga kerahasiaan data pribadi, serta segera melapor ke IASC bila menjadi korban.

“Kita terus kejar-kejaran dengan para scammer. Tapi dengan sinergi dan kesadaran bersama, kita bisa mempersempit ruang gerak mereka,” tegasnya.