periskop.id - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, melanjutkan kritiknya terhadap pidato Presiden Prabowo Subianto di PBB.
Ia menyebut pidato tersebut ironis karena dengan lantang menyoroti pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di tingkat global, namun di saat yang sama bungkam terhadap berbagai masalah HAM serius yang terjadi di dalam negeri.
Usman menganalogikan sikap tersebut seperti peribahasa populer untuk menggambarkan standar ganda. "Jangan sampai, ibarat gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang samudera tampak jelas... ironisnya diam dalam membicarakan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara di Indonesia," kata Usman dalam keterangan resminya, Kamis (25/9/2025).
Secara spesifik, Usman menyoroti klaim kesetaraan yang ia sebut sebagai 'retorika kosong'. Ia membeberkan data Amnesty yang mencatat setidaknya terdapat 13 kasus kekerasan yang menyasar kelompok minoritas agama sejak pemerintahan Prabowo Subianto dimulai pada 20 Oktober 2024. Menurutnya, ini adalah bukti bahwa realitas di lapangan belum mencerminkan kesetaraan yang digaungkan di forum internasional.
Kritik tajam juga diarahkan pada pembahasan Presiden mengenai kolonialisme. Usman menilai tema tersebut seharusnya relevan dengan kondisi di Tanah Papua, yang menurut Amnesty masih sarat dengan masalah militerisasi, diskriminasi rasial, dan pelanggaran HAM yang tak kunjung diusut tuntas.
"Pemerintah terus menggodok proyek pembangunan di atas tanah milik masyarakat adat tanpa adanya partisipasi dari mereka," tambahnya, merujuk pada program food estate di Merauke.
Lebih jauh, Usman menyayangkan tidak adanya pengakuan negara dalam pidato tersebut terhadap pelanggaran HAM berat masa lalu yang terjadi pasca-kemerdekaan.
Ia menekankan bahwa pengakuan resmi dari negara merupakan elemen krusial untuk bisa menghadirkan keadilan yang selama ini dituntut oleh keluarga korban. Hal ini, beserta masih terbelenggunya kebebasan berekspresi, dianggap tidak sejalan dengan penegasan hak hidup dan kebebasan dalam pidato Presiden.
Usman juga mengaitkan pidato Presiden dengan momentum Hari Tani Nasional yang jatuh sehari setelahnya. Menurutnya, klaim pemerintah mengenai swasembada beras yang dibanggakan seharusnya diimbangi dengan fakta dan komitmen nyata untuk menyelesaikan berbagai konflik agraria yang hingga kini masih menjadi persoalan besar di Indonesia.
Kritik ini merupakan respons terhadap pidato pertama Presiden Prabowo Subianto di Sidang Majelis Umum PBB sejak resmi dilantik pada 20 Oktober 2024. Pernyataan Amnesty menyoroti beberapa isu domestik yang telah lama menjadi perhatian publik, di antaranya:
- Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu: Merujuk pada serangkaian peristiwa kekerasan yang terjadi setelah kemerdekaan dan hingga kini penyelesaiannya secara yudisial masih menggantung.
- Konflik Papua: Isu berkepanjangan yang melibatkan kekerasan, dugaan pelanggaran HAM oleh aparat, serta penolakan proyek strategis nasional oleh masyarakat adat.
- Food Estate: Program lumbung pangan nasional yang bertujuan meningkatkan produksi pangan, namun kerap menuai kritik dari aktivis lingkungan dan masyarakat adat karena dianggap merusak hutan dan merampas tanah ulayat.
Tinggalkan Komentar
Komentar