Periskop.id - Badan Gizi Nasional (BGN) menghapus 1.414 usulan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang tidak menunjukkan perkembangan selama lebih dari 45 hari. Kebijakan ini dijalankan untuk membuka peluang bagi mitra lain yang lebih serius dan menunjukkan komitmen dalam melayani Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Wakil Kepala BGN Sony Sanjaya dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (20/10) menyatakan, pihaknya saat ini masih menutup sementara portal mitra. Hal ini dilakukan sambil melakukan proses analisis dan evaluasi terhadap ribuan usulan calon mitra yang telah masuk.
“Usulan yang tidak menunjukkan progres dalam waktu lama akan menghambat calon mitra lain yang serius ingin membangun SPPG untuk mendukung program MBG. Oleh karena itu, 1.414 usulan kami hapus dari sistem,” tuturnya.
Sony menjelaskan, proses pengajuan SPPG terdiri atas dua tahap, yaitu verifikasi pengajuan dan proses persiapan. Pada tahap kedua, calon mitra yang telah lolos verifikasi baru diperbolehkan membangun atau merenovasi bangunan menjadi SPPG.
“Calon mitra yang belum lolos verifikasi tidak diperkenankan melakukan pembangunan atau renovasi sebelum memperoleh persetujuan resmi dari BGN,” ujarnya.
Ia menambahkan, pembukaan pendaftaran mitra baru akan dilakukan secara bertahap setelah proses evaluasi selesai. Pembukaan juga hanya untuk wilayah kecamatan yang masih kekurangan SPPG berdasarkan kebutuhan penerima manfaat yakni balita, ibu hamil dan menyusui, serta peserta didik.
Sony menjelaskan, beberapa mitra di portal BGN mungkin mengalami mekanisme rollback untuk menurunkan status atau mengatur ulang tahapan. Hal itu dilakukan agar dapat menyaring dan memisahkan antara calon mitra yang memang benar dan serius membangun SPPG dengan oknum yang hanya mendaftar, namun tidak melakukan pembangunan SPPG.
Ia juga mengimbau agar calon mitra mencermati keterangan pada dashboard pendaftaran.
“Mitra ketika baru verifikasi pengajuan itu dilarang melakukan proses pembangunan ataupun persiapan dapur sebelum pengajuan titik lokasi disetujui oleh verifikator dari BGN. Artinya, sebelum diverifikasi, jangan membangun dulu,” ucap Sony.
Ia juga menekankan, mitra baru boleh membangun ketika sudah memasuki proses persiapan atau tahap kedua, di mana mereka sudah boleh melakukan pembangunan atau renovasi bangunan.
“Di bulan Agustus, yang memasuki tahap ini sudah mencapai 13 ribu, namun setelah dilakukan monitoring, tidak ada pergerakan. Di dalam tahap persiapan banyak sekali mitra yang tidak berprogres, padahal kita memberi jangka waktu 45 hari. Hal ini menyebabkan mitra lain tidak dapat mendaftar karena kuota penuh,” paparnya.
Titik Fiktif
Pada proses rollback SPPG, terdapat kemungkinan calon mitra tidak mengisi progres pembangunan SPPG pada portal. Indikasi lain yang mengakibatkan progres 0 persen adalah calon mitra melakukan pendaftaran, namun tidak melakukan pembangunan SPPG, yang kemudian banyak disebut titik fiktif.
Dalam setiap tahapan proses persiapan yang dilakukan, mitra harus melampirkan video bukti persiapan, mulai dari melengkapi peralatan hingga menyediakan relawan SPPG. Keseluruhan proses tersebut memiliki nilai persentase yang diakumulasikan.
Jika sudah mencapai 100%, pendaftaran SPPG dapat melangkah tahapan selanjutnya yaitu berupa survei lapangan dan verifikasi berita acara penentuan kelayakan.
Pihak aliansi dapur juga melaporkan, terdapat oknum yang melakukan pungutan liar kepada calon mitra yang melakukan pendaftaran SPPG. Oleh karena itu, Sony mengimbau jika pihak aliansi dan calon mitra lainnya yang menemukan kasus serupa, dapat melaporkan dengan rinci dan jelas mengenai latar belakang pihak-pihak yang melakukan pungutan.
Sony menegaskan, BGN akan menelusuri laporan yang masuk dan jika terbukti terdapat praktik pungutan liar, maka BGN meminta agar para korban juga melaporkan kepada aparat penegak hukum disertai bukti dan saksi.
"Kalau ada pungutan dalam pendaftaran calon mitra, maka para korban bisa melakukan pelaporan kepada BGN dan kepada aparat penegak hukum beserta bukti dan saksi. Kami akan bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk menindaklanjuti laporan," imbuhnya.
Bimbingan Teknis
Terpisah, BGN melalui Direktorat Penyediaan dan Penyaluran Wilayah II menyelenggarakan bimbingan teknis bagi 30 ribu penjamah makanan pada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di 34 kabupaten/kota seluruh Indonesia. Hal ini untuk meningkatkan kualitas layanan Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Direktur Penyediaan dan Penyaluran Wilayah II BGN Nurjaeni dalam keterangannya di Jakarta, Senin, menyampaikan hal tersebut menjadi langkah strategis pemerintah, untuk memperkuat ketahanan gizi nasional melalui peningkatan mutu pelayanan SPPG.
“Melalui bimtek ini kami ingin memastikan setiap penjamah makanan memiliki kompetensi dan keterampilan yang memadai dalam seluruh tahapan penyediaan makanan bergizi, mulai dari pemilihan bahan, pengolahan, hingga distribusi kepada penerima manfaat,” tuturnya.
Kegiatan tersebut juga diharapkan menjadi sarana penting dalam membangun kesadaran akan pentingnya higienitas, keamanan, dan keberlanjutan pangan. BGN menargetkan seluruh layanan SPPG bebas dari kasus kontaminasi atau kerusakan pangan dengan prinsip nol kejadian terhadap insiden pangan basi maupun berisiko kesehatan.
Nurjaeni pu menyampaikan 10 langkah strategis peningkatan layanan MBG yang mencakup aspek teknis, manajerial, dan kualitas pelayanan. Pertama, yakni dengan menempatkan 5.000 juru masak profesional dari Indonesian Chef Association (ICA) di SPPG baru untuk transfer pengetahuan dalam pengolahan makanan bergizi dan aman.
Kedua, melaksanakan rapid test food berkala oleh Balai Pengawas Obat dan Makanan (POM) guna menjamin keamanan pangan. Ketiga, penerapan wajib Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) bagi setiap SPPG.
Keempat, pemanfaatan platform LMS Plataran Sehat Kementerian Kesehatan untuk pembelajaran daring bagi tenaga pelaksana. Kemudian yang kelima, penggunaan air bersih berstandar kesehatan serta sterilisasi alat makan dengan air panas 80 derajat Celcius.
Keenam, penambahan tenaga ahli gizi agar pendampingan gizi lebih optimal. Ketujuh, penerapan sertifikasi halal untuk memastikan kepatuhan nilai keagamaan.
Langkah kedelapan yakni pemasangan CCTV di dapur SPPG untuk menjamin transparansi dan pengawasan proses produksi. Kesembilan, kepatuhan terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai dasar tata kelola layanan yang profesional dan akuntabel; dan yang terakhir, penguatan edukasi dan monitoring berkelanjutan untuk menjaga mutu pelayanan MBG.
Nurjaeni menambahkan, tugas menjadi penjamah makanan bukan hanya teknis, melainkan juga tugas sosial dan ibadah dalam menyediakan asupan bergizi bagi anak-anak Indonesia menuju Generasi Emas 2045. “Dari dapur SPPG inilah kita menyiapkan generasi cerdas, sehat, dan berdaya saing,” ujarnya.
Tinggalkan Komentar
Komentar