Periskop.id - Kementerian Sosial (Kemensos) telah secara resmi mengusulkan 40 nama tokoh untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional. Usulan ini mencakup sejumlah nama besar yang menarik perhatian publik, termasuk Presiden ke-2 RI Soeharto, Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan aktivis buruh Marsinah.
Usulan nama Soeharto, khususnya, memicu berbagai tanggapan, mulai dari pihak keluarga, pakar hukum, hingga politisi. Putri Soeharto, Siti Hediati (Titiek Soeharto), menyambut baik usulan tersebut.
“Alhamdulillah. Terima kasih kalau terealisasi,” kata Titiek Soeharto usai melepasliarkan tukik di Pantai Saba, Kabupaten Gianyar, Bali, Senin (27/10), dilansir dari Antara.
Titiek Soeharto, yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi IV DPR RI, mengharapkan hasil terbaik atas pengusulan gelar pahlawan nasional untuk ayahnya.
“Harapan, yang terbaik,” ucapnya singkat.
Pandangan Hukum dan Politik: Mahfud MD dan MPR
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Prof. Mahfud MD, menilai Soeharto secara yuridis formal telah memenuhi syarat untuk diusulkan sebagai Pahlawan Nasional.
"Kalau secara yuridis formal kan memenuhi syarat," kata Mahfud MD di Kompleks Sasana Hinggil Dwi Abad, Alun-alun Selatan, Kota Yogyakarta, Minggu (26/10).
Mahfud MD bahkan berpendapat bahwa secara prinsip, semua mantan presiden tidak perlu lagi melalui proses penelitian ulang untuk gelar Pahlawan Nasional, karena posisi sebagai presiden sudah menjadi bukti pemenuhan kriteria kepahlawanan dari sisi hukum.
“Saya pernah usul dulu, semua mantan presiden enggak usah lagi pakai persyaratan untuk diteliti ulang dan sebagainya. Sudah jadi presiden itu kan sudah pasti memenuhi syarat ya, untuk jadi pahlawan. Tapi silakan saja kan masyarakat juga yang nanti menilai,” ujar pakar hukum tata negara itu.
Sementara itu, Ketua MPR RI, Ahmad Muzani, mengemukakan bahwa usulan Soeharto seharusnya tidak lagi menimbulkan masalah karena MPR telah menyatakan Soeharto clear.
"MPR kan pada periode lalu yang bersangkutan sudah dinyatakan clear, dalam arti sudah menjalankan proses seperti yang ditetapkan dalam TAP MPR," kata Muzani di Bandung, Jawa Barat, Jumat (24/10).
Namun, Muzani menyerahkan keputusan akhir pemberian gelar pahlawan itu sepenuhnya kepada Presiden Prabowo Subianto, yang dinilai memiliki pertimbangan matang terhadap tokoh-tokoh yang akan diberi gelar.
Dukungan Partai Golkar dan Proses Seleksi Berlapis
Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Muhammad Sarmuji, menyambut baik usulan Kemensos. Ia mengakui perdebatan pro dan kontra adalah hal yang wajar dalam menilai tokoh besar, namun ia menegaskan jasa besar Soeharto bagi bangsa tidak dapat dihapus.
“Perdebatan soal pemberian gelar pahlawan kepada Pak Harto tentu wajar. Setiap tokoh besar pasti memiliki sisi yang menuai pro dan kontra. Namun, perbedaan pandangan itu tidak bisa menghapus kenyataan bahwa Pak Harto memiliki jasa besar bagi bangsa ini,” kata Sarmuji dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (21/10).
Sarmuji menilai Soeharto layak mendapat gelar tersebut, mengutip jasa besarnya dalam membawa perubahan signifikan di bidang ketahanan pangan dan pembangunan ekonomi.
Menteri Sosial RI, Saifullah Yusuf, telah menyerahkan berkas usulan calon penerima gelar Pahlawan Nasional kepada Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) Republik Indonesia sekaligus Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, pada Selasa (21/10).
Kemensos memastikan bahwa proses penetapan calon pahlawan nasional dilakukan melalui mekanisme seleksi berlapis yang melibatkan masyarakat hingga tim ahli tingkat pusat. Usulan, yang berasal dari masyarakat melalui tim kajian daerah (TP2GD), harus didukung bukti kuat dan dibahas di daerah sebelum diteruskan ke Kemensos dan akhirnya ke Dewan Gelar untuk dinilai lebih lanjut.
“Nama-nama yang telah memenuhi syarat formil akan diteruskan ke Dewan Gelar. Keputusan akhir sepenuhnya ada pada Dewan Gelar untuk menentukan siapa yang akan diajukan kepada Presiden,” kata Saifullah Yusuf di Jakarta, Kamis (23/10).
Selain Soeharto, Gus Dur, dan Marsinah, beberapa tokoh lain yang diusulkan antara lain Syaikhona Muhammad Kholil dari Madura, Bisri Syansuri, Muhammad Yusuf Hasyim, Jenderal purnawirawan M. Jusuf dari Sulawesi Selatan, dan Ali Sadikin dari Jakarta.
Tinggalkan Komentar
Komentar