periskop.id - Badan Gizi Nasional (BGN) menegaskan bahwa insiden keracunan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Bandung Barat tidak disebabkan oleh kualitas air yang digunakan. Hasil investigasi independen menunjukkan bahwa sebagian besar air di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) telah memenuhi standar kesehatan.
Ketua Tim Investigasi Independen BGN, Arie Karimah Muhammad, menyampaikan bahwa uji laboratorium terhadap enam SPPG di wilayah tersebut membuktikan air yang dipakai layak konsumsi.
“Hasil temuan kami di lapangan yang terkonfirmasi dari hasil uji laboratorium, menunjukkan bahwa air yang digunakan pada enam SPPG di Bandung Barat telah memenuhi syarat,” ujarnya dilansir dari Antara, Selasa (11/11).
Enam SPPG yang dinyatakan aman meliputi Cipongkor Cijambu, Cipongkor Neglasari, Cisarua Jambudipa, Cisarua Pasirlangu, Lembang Kayu Ambon, dan Lembang Cibodas 2.
Analisis fisik, kimia, dan mikrobiologi dilakukan oleh Laboratorium Kesehatan Masyarakat (Labkesmas) Kabupaten Bandung Barat sejak 23 Oktober 2025, dengan hasil seluruh parameter sesuai standar.
Namun, pengecualian ditemukan pada SPPG Cihampelas. Air di lokasi ini tidak memenuhi syarat karena terdeteksi cemaran mangan, zat besi, serta koloni bakteri Coliform. Kondisi tersebut berpotensi meningkatkan risiko kontaminasi makanan jika tidak ditangani dengan baik.
“BGN tetap mewajibkan seluruh SPPG untuk memasak hidangan MBG dengan air dari kemasan galon yang telah tersertifikasi,” tegas Arie.
Insiden keracunan MBG pertama kali terjadi pada 26 September 2025, melibatkan tiga SPPG yakni Cipongkor Cijambu, Cipongkor Neglasari, dan Cihampelas. Ratusan siswa mengalami gejala keracunan setelah mengonsumsi hidangan melon dan lotek yang terbukti mengandung cemaran nitrit tinggi.
Nitrit dalam kadar berlebih diketahui dapat mengganggu fungsi hemoglobin dan berisiko pada kesehatan anak.
Kasus berikutnya muncul di Cisarua, tepatnya di SPPG Jambudipa pada 14 Oktober dan Pasirlangu pada 15 Oktober 2025. Sayangnya, investigasi tidak dapat dilakukan lebih lanjut karena tidak tersedia sampel makanan untuk diuji.
Hal ini menyoroti pentingnya dokumentasi dan pengawasan ketat terhadap setiap hidangan MBG.
Menurut data Kementerian Kesehatan, kasus keracunan makanan di sekolah masih menjadi masalah serius. Laporan tahun 2024 mencatat lebih dari 1.200 kasus keracunan makanan di lingkungan pendidikan, dengan faktor utama berasal dari kontaminasi bahan pangan dan penyimpanan yang tidak higienis. Temuan BGN di Bandung Barat memperkuat urgensi penerapan standar keamanan pangan di seluruh SPPG.
Tinggalkan Komentar
Komentar