periskop.id - Kejuaraan Dunia FIM MotoE dipastikan akan memasuki masa hiatus mulai musim 2026. Keputusan ini diambil bersama oleh FIM dan Dorna Sports setelah tujuh musim berjalan sejak debut pada 2019. 

Meski menghadirkan balapan yang kompetitif, MotoE dinilai belum mampu membangun basis penggemar yang kuat di luar penonton MotoGP, sementara pasar motor listrik performa tinggi juga belum berkembang seperti yang diharapkan.

Presiden FIM, Jorge Viegas, mengakui bahwa tujuan awal MotoE belum tercapai. 

“Terlepas dari semua upaya terbaik untuk mempromosikan kategori inovatif ini bersama Dorna, kenyataannya adalah kami belum mencapai tujuan kami, begitu pula industri yang terkait dengan motor listrik berperforma tinggi,” ujarnya. 

Ia menegaskan, MotoE akan dipertimbangkan kembali jika relevansi teknologi listrik atau alternatif berkelanjutan memang meningkat di masa depan, khususnya di area kendaraan roda dua.

CEO Dorna Sports, Carmelo Ezpeleta, menambahkan bahwa MotoE telah memainkan peran penting dalam misi MotoGP untuk berinovasi. Namun, pihaknya juga harus realistis dengan masukan penggemar dan perkembangan pasar. 

Salah satu faktor yang memengaruhi keputusan ini adalah arah industri sepeda motor yang kini lebih fokus pada mesin pembakaran efisien dan bahan bakar non-fosil. MotoGP sendiri akan menggunakan bahan bakar 100% non-fosil mulai 2027, naik dari minimal 40% pada 2024, sebagai komitmen terhadap balapan berkelanjutan.

Jika dibandingkan dengan Formula E, perbedaan mencolok terlihat bahkan mulai dari konsep penyelenggaraan hingga basis penonton. 

Formula E, yang berdiri sejak 2014, berhasil membangun identitas sebagai kejuaraan mobil listrik global dengan kalender mandiri di kota-kota besar dunia. Dengan konsep kompetisi mandiri seperti ini, penontonnya pun datang secara khusus untuk menyaksikan balapan tersebut, berbeda dengan MotoE yang menjadi kelas side event di MotoGP.

Dari sisi komersial, Formula E memiliki daya tarik sponsor dan hak siar yang lebih besar. Kota tuan rumah membayar hosting fee yang signifikan, dan dampak ekonominya terasa langsung, seperti yang terjadi di Jakarta E-Prix. 

Sementara MotoE lebih bergantung pada integrasi dengan MotoGP dan belum menghasilkan pemasukan besar secara mandiri.

Secara teknologi, Formula E menjadi ajang uji coba inovasi baterai, aerodinamika, dan perangkat lunak yang relevan dengan industri otomotif mobil listrik global. MotoE, meski menggunakan motor listrik canggih dari Ducati (sebelumnya Energica), belum memiliki efek komersial yang sama luasnya karena pasar motor listrik performa tinggi masih sangat niche.

Keputusan hiatus MotoE ini pun menjadi pengingat bahwa inovasi di dunia balap tidak selalu hanya soal teknologi, tetapi juga penerimaan pasar, model bisnis, dan strategi jangka panjang.