periskop.id - Ketika mendengar kata “narsisisme”, banyak orang langsung membayangkan sosok yang penuh percaya diri, haus pujian, dan cenderung meremehkan orang lain. Namun, ada bentuk narsisisme yang lebih tersembunyi dan sering tidak dikenali: narsisisme rentan (vulnerable narcissism).

Mengutip Women's Health, berbeda dengan narsisisme grandiose yang ditandai dengan sikap dominan dan ekspresif, narsisisme rentan muncul dalam bentuk sensitivitas berlebihan, rasa tidak aman, dan kebutuhan validasi yang konstan.

Psikolog klinis Dr. Ramani Durvasula menjelaskan, “Narsisisme rentan adalah bentuk narsisisme yang lebih halus. Orang dengan tipe ini sering tampak pemalu, defensif, dan mudah merasa tersinggung.”

Mereka mungkin tidak terlihat sombong, tetapi tetap memiliki pola pikir egosentris. Ketika tidak mendapatkan pengakuan, mereka bisa merasa diremehkan dan bereaksi dengan cara pasif-agresif.

Durvasula menambahkan, “Mereka sering berkata, ‘Tidak ada yang menghargai saya,’ atau ‘Saya selalu dilupakan.’ Itu adalah tanda kebutuhan validasi yang tidak terpenuhi.”

Berkaitan dengan Depresi

Penelitian dari American Psychological Association (APA, 2023) menunjukkan bahwa narsisisme rentan lebih sering dikaitkan dengan gejala depresi, kecemasan, dan rasa malu sosial dibandingkan narsisisme grandiose.

Orang dengan narsisisme rentan juga cenderung mengalami kesulitan dalam hubungan interpersonal. Mereka bisa merasa sangat tersakiti oleh kritik kecil, lalu menarik diri atau menyalahkan orang lain.

“Mereka bukan sekadar orang yang insecure. Ada pola berulang di mana mereka menuntut perhatian, tetapi tidak mampu memberikan empati yang konsisten,” kata Durvasula.

Dalam kehidupan sehari-hari, narsisisme rentan bisa muncul dalam bentuk posting media sosial berlebihan, curhat berulang tentang kurangnya apresiasi, atau sikap defensif ketika tidak dipuji.

Menurut riset Journal of Personality Disorders (2022), individu dengan narsisisme rentan memiliki tingkat sensitivitas sosial lebih tinggi, sehingga sering merasa ditolak meski sebenarnya tidak.

Hal ini membuat mereka lebih rentan terhadap isolasi sosial. Alih-alih membangun hubungan sehat, mereka bisa terjebak dalam siklus mencari validasi lalu kecewa ketika tidak mendapatkannya.

Berangkat dari Pengalaman Masa Kecil

Meski demikian, penting untuk memahami bahwa narsisisme rentan bukan sekadar karakter buruk. Ada faktor psikologis dan lingkungan yang berperan, termasuk pengalaman masa kecil yang penuh kritik atau kurang kasih sayang.

Penanganan narsisisme rentan biasanya melibatkan terapi psikologis untuk membantu individu mengenali pola pikir egosentris dan belajar membangun empati.

Durvasula menekankan, “Kesadaran adalah langkah pertama. Orang dengan narsisisme rentan perlu memahami bahwa kebutuhan validasi mereka tidak bisa selalu dipenuhi oleh orang lain.”

Dengan pendekatan yang tepat, individu dengan narsisisme rentan bisa belajar mengelola sensitivitas mereka, membangun hubungan lebih sehat, dan mengurangi siklus kekecewaan yang berulang.