Periskop.id - Di tengah eskalasi konflik di Timur Tengah, komunitas internasional kembali berupaya menghidupkan solusi dua negara (two state solution).
Solusi dua negara adalah konsep pembagian satu wilayah menjadi dua negara, Israel dan Palestina, yang hidup berdampingan dalam batas wilayah yang aman dan diakui. Konsep ini kembali digaungkan pada 22 September bertepatan dengan konferensi tingkat tinggi (KTT) para Kepala Negara dan Pemerintahan di Markas Besar PBB, New York, yang disponsori oleh Prancis dan Arab Saudi.
Gagasan ini muncul di saat-saat yang sangat genting. Sejak 7 Oktober 2023, operasi militer Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 60.000 orang. PBB bahkan menyatakan adanya kelaparan di Gaza utara pada 22 Agustus. Situasi diperparah dengan serangan Israel terhadap pejabat Hamas di Qatar pada 9 September dan perluasan permukiman di Tepi Barat yang terus meningkat.
Menjaga Solusi Tetap Hidup
Seperti yang dilaporkan oleh PBB melalui laman resminya, Minggu (21/9), Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, dalam pidatonya di Dewan Keamanan April lalu, memperingatkan bahwa proses perdamaian ini terancam lenyap sama sekali. Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa tidak ada alternatif lain.
"Apa alternatifnya? Apakah solusi satu negara, di mana orang Palestina diusir atau dipaksa hidup di tanah mereka sendiri tanpa hak?" tanyanya.
Menurutnya, adalah tugas komunitas internasional untuk menjaga solusi dua negara tetap hidup, lalu mewujudkan kondisi agar hal itu bisa tercapai.
Sejarah Panjang Solusi Dua Negara
Gagasan dua negara ini sebenarnya sudah ada bahkan sebelum berdirinya PBB pada tahun 1945. Sejak itu, konsep ini berulang kali muncul dalam puluhan resolusi Dewan Keamanan PBB dan perundingan perdamaian.
- 1947: PBB mengusulkan pembagian wilayah Palestina menjadi dua negara, yaitu Arab Palestina dan Yahudi.
- 1991: Konferensi perdamaian di Madrid mencoba mencari penyelesaian damai berdasarkan resolusi Dewan Keamanan.
- 1993: Oslo Accord ditandatangani oleh PM Israel Yitzhak Rabin dan Ketua Palestinian Liberation Organization (PLO) Yasser Arafat, yang menjadi dasar pembentukan pemerintahan sementara Palestina di Tepi Barat dan Gaza. Namun, isu-isu penting ditunda untuk negosiasi berikutnya yang berakhir gagal.
Tiga dekade setelah Oslo Accord, visi PBB tetap sama, yakni membantu Israel dan Palestina menyelesaikan konflik dan mengakhiri pendudukan, sesuai dengan resolusi PBB dan hukum internasional. Visi ini adalah terbentuknya dua negara, yaitu Israel dan Palestina yang merdeka, demokratis, berdaulat, dan berkesinambungan, yang hidup berdampingan secara damai dan aman dalam batas wilayah sebelum tahun 1967, dengan Yerusalem sebagai ibu kota bagi kedua negara.
Tinggalkan Komentar
Komentar