Periskop.id - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, pihaknya akan melakukan monitoring pelaksanaan belanja pemerintah ke daerah. Hal ini sebagai upaya agar belanja dilakukan secara tepat sasaran.
“Nanti saya akan paksa dan monitor belanja daerah, jangan sampai terampas seperti sebelum-sebelumnya,” ujar Purbaya saat ditemui seusai Rapat Kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI di Kompleks Parlemen DPR RI, Jakarta, Kamis (18/9).
Meskipun Transfer ke Daerah (TKD) di RAPBN 2026 turun dibandingkan APBN 2025, Purbaya menjelaskan dalam belanja pemerintah pusat di dalamnya juga terdapat belanja daerah yang mencapai Rp1.300 triliun.
Banggar DPR RI dan pemerintah telah menyepakati penambahan TKD senilai Rp43 triliun menjadi senilai Rp693 triliun dalam RAPBN 2026, meskipun masih turun dibandingkan TKD senilai Rp919 triliun dalam APBN 2025.
“Walaupun total dana untuk daerah turun dibanding tahun lalu. Cuma, ada Rp1.300 triliun belanja pusat yang dibelanjakan di daerah. Jadi, manfaat ke daerah nggak akan berkurang, artinya dominasi pergerakan ekonomi daerah,” lanjutnya.
Di sisi lain, Ia mengatakan, tambahan belanja TKD senilai Rp43 triliun dalam RAPBN 2026 tersebut penting untuk jangka pendek. Di antaranya demi menjaga stabilitas sosial dan politik di daerah.
"Utamanya (tambahan) Rp43 triliun untuk daerah, itu sesuai dengan pemasukan dari daerah. Untuk kita sih, itu penting karena dalam jangka pendek untuk menjaga stabilitas sosial dan politik daerah,” ujar Purbaya.
Dalam rapat di Jakarta Kamis, Banggar DPR RI dan pemerintah telah menyepakati revisi postur RAPBN Tahun 2026. Pendapatan negara disetujui revisi menjadi Rp3.153,6 triliun untuk RAPBN 2026, atau selisih Rp5,9 triliun dari rancangan sebelumnya senilai Rp3.147,
Sementara itu, belanja negara disetujui revisi menjadi Rp3.842,7 triliun dalam RAPBN 2026, atau selisih Rp56,2 triliun dari rancangan sebelumnya Rp3.786,5 triliun.
Di sisi pembiayaan, defisit disetujui revisi menjadi senilai Rp689,1 triliun atau 2,68% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dalam RAPBN 2026, dari sebelumnya senilai Rp638,8 triliun atau 2,48% dari PDB.
Keseimbangan primer disetujui revisi dengan desain defisit primer di angka Rp89,7 triliun dalam RAPBN 2026, atau selisih Rp50,3 triliun dari rancangan sebelumnya di angka Rp39,4 triliun. Pembiayaan anggaran disetujui revisi menjadi Rp689,1 triliun dalam RAPBN 2026, atau selisih Rp50,3 triliun dari rancangan sebelumnya senilai Rp638,8 triliun.
Transfer ke Daerah
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan, kebijakan pengalihan anggaran Transfer ke Daerah (TKD) merupakan upaya mewujudkan realisasi program yang efisien.
Tito mengungkapkan, hasil monitoring dan evaluasi Kemendagri yang menunjukkan masih ada sejumlah daerah yang kurang optimal dalam mengelola program dan anggarannya.
“Nah, (realisasi anggaran yang tidak efisien) ini dikurangi. Kami mengambil contoh yang bagus, banyak daerah yang bagus,” kata Mendagri di Jakarta, Senin (15/9).
Ia mencontohkan, Bupati Lahat Bursah Zarnubi, sebagai figur kepala daerah yang berhasil menerapkan efisiensi. Bursah diketahui memangkas sejumlah pos anggaran, seperti perjalanan dinas, kegiatan rapat, biaya perawatan yang tinggi, hingga konsumsi makan-minum.
Dana hasil penghematan tersebut kemudian dialihkan untuk membangun bendungan irigasi yang mampu mengairi sekitar delapan ribu hektare sawah petani.
Lebih jauh Mendagri menjelaskan, prinsip efisiensi terbukti dapat diterapkan oleh pemerintah daerah (Pemda). Karena itu, pemerintah mengalihkan anggaran TKD untuk program prioritas yang berdampak langsung bagi masyarakat.
Program tersebut antara lain jaring pengaman sosial, pendidikan, Makan Bergizi Gratis (MBG), sekolah, kesehatan, serta program lain yang mengakomodasi kepentingan rakyat.
“Nah, tapi kami juga melakukan exercise. Kita tahu bahwa daerah-daerah ini kan bermacam-macam. Ada daerah yang PAD-nya kuat seperti Jakarta, Bandung. Tapi ada juga daerah yang PAD-nya cuma 5 persen (dibandingkan dana transfer pusat),” tuturnya.
Tito menjelaskan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah melakukan kajian dan evaluasi terkait kapasitas fiskal daerah. Untuk daerah dengan kapasitas fiskal lemah, Kemendagri telah menyampaikan rekomendasi kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar pengalihan anggaran tidak dilakukan dalam porsi besar.
Sebaliknya, daerah dengan kapasitas fiskal kuat dinilai lebih siap sehingga penyesuaian bisa dilakukan. “Nah, kita memiliki exercise dari seluruh kabupaten/kota, saya membuat tim dipimpin Sekjen, memetakan minimal berapa belanja pegawai, belanja operasional, pemeliharaan perawatan minimal, ditambah standar pelayanan minimal untuk infrastruktur, kesehatan,” pungkasnya.
Tinggalkan Komentar
Komentar