periskop.id - Gaya komunikasi Menteri Keuangan (Menkeu) baru, Purbaya Yudhi Sadewa, menjadi sorotan sejak awal masa jabatannya.
Sebagian publik menyukai gayanya yang dianggap ceplas-ceplos dan lugas, namun sebagian lain khawatir gaya tersebut dapat menimbulkan polemik karena dinilai kurang menyesuaikan kondisi sosial.
Menanggapi hal ini, Pakar kajian budaya dan media dari Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya) Radius Setiyawan menilai gaya komunikasi Purbaya memiliki ciri khas dynamic style.
Menurutnya, gaya yang cepat dan langsung ke inti persoalan ini tetap harus diimbangi dengan sensitivitas sosial yang tinggi.
“Setiap gaya punya kelebihan masing-masing. Tetapi yang terpenting, komunikasi politik bukan sekadar retorika. Ia harus paham denyut masyarakat,” ujar Radius dalam analisisnya, Kamis (18/9).
Radius, yang juga menjabat Wakil Rektor bidang Riset, Kerjasama dan Digitalisasi UMSurabaya, mengingatkan kembali kontroversi awal yang sempat muncul.
Saat itu, Purbaya menyebut hanya mewakili sebagian kecil masyarakat di tengah situasi demonstrasi.
“Pernyataan itu dianggap tidak memahami kondisi sosiologis masyarakat saat itu. Tetapi makin ke sini, Purbaya terlihat belajar. Ia mampu menjawab isu-isu makroekonomi, perbankan, hingga moneter dengan bahasa yang lebih sederhana dan mudah diterima publik,” ujarnya.
Ia menempatkan gaya dinamis Purbaya dalam spektrum gaya komunikasi pemimpin di Indonesia.
Radius membandingkannya dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dikenal dengan systematic style yang runtut dan hati-hati, serta Presiden Joko Widodo yang lebih egaliter untuk lebih dekat dengan masyarakat.
Meskipun demikian, ia mengingatkan bahwa terlepas dari gaya apapun, seorang pejabat publik tidak boleh abai terhadap kondisi sosiologis.
“Kalau kondisi publik sedang marah atau kecewa, jangan sampai muncul kata-kata yang diskriminatif atau membuat masyarakat merasa tidak dianggap,” tegasnya.
Radius juga berpesan kepada jajaran menteri baru di Kabinet Merah Putih bahwa komunikasi publik kini sama pentingnya dengan kinerja teknis.
Menurutnya, kebijakan yang bagus bisa gagal diterima jika cara penyampaiannya keliru.
“Kalau komunikasi dan kebijakan berjalan seiring, maka kepercayaan publik akan tumbuh. Itu yang paling dibutuhkan Indonesia saat ini,” pungkas Radius.
Tinggalkan Komentar
Komentar