Periskop.id - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berjanji menyelesaikan masalah sistem Coretax oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dalam kurun waktu sebulan.

“Saya akan lihat Coretax seperti apa. Keterlambatan dari Coretax akan kami perbaiki secepatnya dalam satu bulan,” kata Purbaya dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi September 2025 di Jakarta, Senin (22/9). 

Untuk mengatasi kendala di sistem IT, ia bahkan berencana untuk memanggil spesialis teknologi eksternal yang memiliki kapasitas untuk memperbaiki sistem Coretax.

“Nanti saya bawa jago-jago IT dari luar yang akan memperbaiki dengan cepat,” tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menambahkan, pihaknya saat ini secara aktif memperbaiki sistem Coretax, salah satunya melalui downtime terencana pada akhir pekan lalu. Cara itu dilakukan untuk menyempurnakan dan menstabilkan sistem perpajakan tersebut.

“Coretax ini sengat besar sekali sistemnya, jangkauannya sangat luas, sehingga sekarang kami yakinkan bahwa kami sedang dalam tahap stabilisasi dan makin sempurna,” jelas Bimo.

Dia menggarisbawahi perbaikan Coretax dilakukan secara bertahap untuk memastikan keandalan sistem dalam jangka panjang. Meski begitu, Bimo menargetkan sistem akan bisa bekerja lebih stabil saat pergantian tahun pajak dari 2025 ke 2026 nanti.

Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menyatakan, Coretax akan menjadi salah satu strategi pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan negara. Dengan begitu, pemerintah tak akan menambah beban pajak baru bagi rakyat.

Realisasi Pajak

Sekadar informasi, Kementerian Keuangan mencatat, realisasi pendapatan negara sampai 31 Agustus 2025 sebesar Rp1.638,7 triliun, turun 7,8% dibanding realisasi pendapatan negara periode yang sama tahun 2024 yang mencapai Rp1.777,3 triliun. Angka ini baru 57,2% dari target terbaru 2025 yang mencapai Rp1.865,5 triliun.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa merinci, pendapatan negara terdiri dari realisasi penerimaan perpajakan yang sebesar Rp1.330,4 triliun, atau merosot 3,6% secara tahunan (year-on-year/yoy). Porsinya baru 55,7% dari target Rp2.387,3 triliun.

"Penerimaan perpajakan terdiri dari realisasi penerimaan pajak Rp1.135,4 triliun atau merosot 5,1% yoy. Porsinya 54,7% dari target terbaru 2025 Rp2.076,9 triliun," ucap Purbaya. 

Sementara itu, realisasi pendapatan dari bea cukai tercatat mencapai Rp194,9 triliun atau meningkat 6,4% yoy. Porsinya melampaui 62,8% dari target 2025 terbaru, yakni Rp310,4 triliun.

Selain penerimaan perpajakan, pemerintah juga membukukan realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp306,8 triliun. Angka ini turun 20,1% dari realisasi periode yang sama tahun lalu atau hanya 64,3% dari target yang mencapai Rp477,2 triliun.

Strategi Kejar Pajak

Bimo pun menyampaikan serangkaian strategi yang akan ditempuh pemerintah, demi mengejar target penerimaan negara di sisa tahun 2025. L angkah-langkah khusus ini akan menekankan penegakan hukum, pemanfaatan data, serta peningkatan kepatuhan sektor strategis. 

Bimo menyatakan, pihaknya akan mengejar 200 penunggang pajak terbesar yang sudah inkrah dengan potensi mencapai Rp 50 triliun hingga Rp 60 triliun. 

"Beberapa yang terkait dengan multi-door approach untuk penegakan hukum. Kemudian kami akan mengejar penunggak pajak 200 terbesar yang sudah inkrah dengan potensi Rp 50-60 triliun," ujar Bimo. 

Bimo menambahkan, intensifikasi pertukaran data antarinstansi akan terus diperluas. Bukan sekadar berbagi data, langkah ini juga akan dikaitkan langsung dengan kepatuhan wajib pajak, terutama dalam pemberian atau perpanjangan perizinan di sektor-sektor penting seperti mineral dan batu bara (minerba) serta minyak dan gas bumi (migas). 

"Itu akan dilihat kepatuhan perpajakannya sebelum diberikan misalnya perpanjangan perizinan tertentu seperti RKAP atau yang lain-lain," katanya. 

Di sisi internal, Ditjen Pajak juga memperkuat sinergi lewat program bersama dengan Direktorat Jenderal Bea Cukai dan Direktorat Jenderal Anggaran yang menangani Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).