periskop.id - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa meminta lembaga-lembaga pemeringkat kredit internasional untuk melakukan introspeksi diri dalam menilai kelayakan kredit suatu negara. 

Ia menilai lembaga tersebut kerap tidak adil dalam melihat posisi defisit anggaran, terutama jika dibandingkan dengan praktik di negara-negara maju.

"Rasio defisit ke PDB [produk domestik bruto] setiap tahun tidak boleh di atas 3%. Kita masih memegang itu dengan baik sekali," ujar Purbaya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (23/9).

Purbaya membandingkan disiplin fiskal Indonesia dengan sejumlah negara maju yang memiliki rasio utang terhadap PDB jauh lebih tinggi.

Ia mencontohkan rasio utang Jerman yang sudah mendekati 100%, Amerika Serikat yang melampaui 120%, dan Jepang yang mencapai 250%.

"Jadi, kalau nanti ada rating agency yang mempertanyakan itu, suruh bandingkan dengan negara yang lain, yang maju, yang jadi. Habis itu suruh bawa cermin," tegasnya.

Di sisi lain, Purbaya juga membenarkan adanya harapan dari Presiden Prabowo untuk mencapai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang seimbang atau tanpa defisit (defisit 0%) pada 2027 atau 2028 mendatang. 

Namun, ia menjelaskan bahwa target tersebut hanya bisa tercapai jika didukung oleh kondisi makroekonomi serta sosial politik yang stabil.

Menurutnya, kebijakan fiskal harus dijalankan secara bijaksana dan bersifat counter-cyclical atau melawan arah siklus ekonomi. 

"[Kita harus] Bijaksana dan counter-cyclical, itu. Jadi kalau lagi butuh, kita dorong. Tapi kalau ngga butuh, kita kurangi," kata dia.

Ia lantas menyinggung kebijakan pemerintah baru-baru ini yang menaikkan alokasi belanja transfer ke daerah (TKD) sekitar Rp43 triliun dan belanja pusat sekitar Rp12 triliun. Langkah ini merupakan respons untuk mendorong perekonomian di tengah kondisi yang dinilai masih melambat.

Penambahan belanja tersebut membuat target defisit APBN 2025 melebar dari semula 2,48% menjadi 2,68%. 

Meskipun demikian, Purbaya memastikan batas tersebut masih sangat aman karena berada di bawah ambang batas 3% yang diamanatkan Undang-Undang Keuangan Negara.

"Untuk memiliki ruang bagi [pertumbuhan] ekonomi lebih cepat, kita harus lebih sedikit nggak apa-apa. Masih di bawah 3%. Jadi masih amat

prudent (aman)," ungkapnya.