periskop.id - Indonesia menegaskan posisinya sebagai pemimpin iklim global dengan memandang krisis iklim bukan sekadar ancaman, tetapi juga peluang strategis untuk pembangunan berkelanjutan dan kerja sama internasional.

Dalam forum panel tingkat tinggi di Climate Week NYC 2025, New York, Senin (22/9), Utusan Khusus Presiden untuk Iklim dan Energi, Hashim S. Djojohadikusumo, memaparkan langkah Indonesia mengubah kerentanan lingkungan menjadi ketahanan ekonomi dan ekologi jangka panjang.

“Dengan lebih dari 285 juta penduduk yang tinggal di salah satu kawasan paling rentan terhadap iklim, Indonesia menghadapi kenaikan permukaan laut, curah hujan yang tidak menentu, dan kebakaran hutan berulang,” ujar Hashim mengutip Antara, Selasa (23/9).

Indonesia telah berkomitmen mencapai target nol emisi bersih pada 2060 atau lebih cepat. Strategi yang diusung menitikberatkan pada pembangunan ekonomi hijau yang tidak hanya menekan emisi, tetapi juga mendorong pertumbuhan inklusif dan penciptaan lapangan kerja.

Hashim mengakui tantangan besar dalam transisi dari energi fosil, khususnya batu bara, namun menegaskan bahwa Indonesia berkomitmen pada peralihan yang adil dan bertahap. Proses ini didukung oleh kemitraan internasional melalui Just Energy Transition Partnership (JETP), sebuah kerangka pembiayaan untuk mempercepat penggunaan energi terbarukan dan modernisasi infrastruktur energi nasional.

Di luar sektor energi, pemerintah juga menyiapkan program restorasi ekosistem alam. Salah satunya adalah inisiatif reforestasi seluas 12 juta hektare dengan penanaman berbagai jenis pohon, termasuk pohon buah, guna mendukung keanekaragaman hayati dan memulihkan habitat yang rusak.

Hashim menyebut Indonesia tengah mengembangkan bursa karbon nasional untuk mengubah solusi berbasis alam menjadi nilai ekonomi terukur. 

“Platform ini akan memperkuat kerja sama berbasis pasar dalam aksi iklim,” jelasnya.

Sejumlah proyek besar telah berjalan, seperti rencana elektrifikasi 103 gigawatt, 75% di antaranya bersumber dari energi terbarukan, reformasi regulasi untuk mendukung pasar karbon sukarela, serta investasi pada teknologi penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon (CCUS). Indonesia juga menjajaki solusi karbon biru melalui budidaya rumput laut dan restorasi ekosistem pesisir. 

“Perjuangan melawan perubahan iklim bukan hanya tanggung jawab—ini adalah peluang untuk menciptakan kemakmuran di dalam negeri dan berkontribusi nyata bagi kemajuan global,” pungkasnya.