periskop.id - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan bahwa dana pemerintah sebesar Rp200 triliun yang disalurkan ke lima bank nasional ditempatkan menggunakan skema deposit on call. Menurutnya, mekanisme ini memberikan fleksibilitas penuh kepada pemerintah untuk menarik kembali dana tersebut kapan pun dibutuhkan, sekaligus mendorong perbankan agar tidak menahan likuiditas tersebut.

Skema ini secara tegas membedakannya dari simpanan berjangka (time deposit) karena tidak memiliki periode jatuh tempo (tenor) yang pasti. Fleksibilitas ini, kata Purbaya, menjadi instrumen strategis untuk memastikan dana segera bekerja di perekonomian.

"Apa namanya? Deposit on call. Artinya bukan time deposit... Nggak ada (tenor). Suka-suka saya. On call," tegas Purbaya saat memberikan Press Briefing, di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (12/9).

Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa kondisi ini secara tidak langsung "memaksa" bank untuk bergerak cepat.

Dengan adanya biaya dana (cost of fund) sekitar 4,5% yang harus ditanggung, bank akan merugi jika hanya menyimpan dana tersebut tanpa menyalurkannya menjadi kredit produktif ke sektor riil.

"Kalau dia nggak pakai, dia rugi sendiri. Kan ada cost... Mereka pasti akan berpikir keras untuk mengalirkan dana itu," tambahnya.

Adapun dana Rp200 triliun ini telah diputuskan untuk disalurkan pada hari ini ke PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (Rp55 triliun), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (Rp55 triliun), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (Rp55 triliun), PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (Rp25 triliun), dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (Rp10 triliun).

Purbaya meyakinkan bahwa meskipun dana tersebut bisa ditarik sewaktu-waktu, perbankan seharusnya tetap merasa aman dalam menggunakannya. 

Pemerintah, menurutnya, telah memperhitungkan kondisi likuiditas negara secara cermat. Tujuan utamanya adalah menciptakan likuiditas di sistem finansial agar roda perekonomian dapat bergerak lebih cepat.