periskop.id - Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Todotua Pasaribu, mengungkapkan bahwa perusahaan otomotif asal Jepang, Toyota, menunjukkan minat serius untuk membangun pabrik etanol di Indonesia. Langkah ini dinilai sejalan dengan agenda pemerintah dalam memperkuat hilirisasi energi terbarukan.

“Ya, bangun pabrik etanol. Toyota salah satu yang tertarik, di luar itu ada beberapa lagi,” ujar Todotua dikutip dari Antara, Selasa (28/10). 

Menurutnya, ketertarikan Toyota tidak lepas dari kebutuhan perusahaan untuk memastikan ketersediaan bahan baku bioetanol.

Todotua menjelaskan, Toyota telah mengembangkan kendaraan yang mampu menggunakan bioetanol hingga E100, yaitu bahan bakar dengan kandungan etanol 100%. Hal ini membuat keberadaan pabrik etanol di Indonesia menjadi penting untuk mendukung rantai pasok bahan bakar ramah lingkungan tersebut.

“Maka, mereka juga serius untuk masuk kepada pabrik etanol, mudah-mudahan prosesnya lancar, bisa segera realisasi,” tambahnya. 

Ia menekankan bahwa investasi ini akan memberi nilai tambah besar, baik bagi sektor energi maupun otomotif nasional.

Selain Toyota, Todotua juga menyebut Brasil menunjukkan minat serupa. Brasil dikenal sebagai salah satu negara yang berhasil menerapkan kebijakan mandatori bioetanol, sehingga pengalaman mereka bisa menjadi referensi penting bagi Indonesia.

Meski demikian, lokasi pembangunan pabrik masih dalam tahap kajian. Salah satu wilayah yang dinilai potensial adalah Lampung, karena memiliki pasokan komoditas seperti tebu, singkong, jagung, dan sorgum.

“Komoditasnya semua ada, sekarang tinggal bagaimana keseriusan kita masuk kepada pabrik yang menghasilkan (etanol) dan keseriusan menjalankan kebijakan E10,” jelas Todotua.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa pemerintah akan memberikan insentif bagi perusahaan yang membangun pabrik etanol di Indonesia. 

Insentif ini ditujukan untuk mendukung target penerapan mandatori bioetanol 10% (E10) pada 2027.

Bahlil menuturkan, kebutuhan etanol untuk mendukung E10 pada 2027 diperkirakan mencapai 1,4 juta kiloliter. Pemerintah menargetkan kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri, sehingga tidak perlu mengandalkan impor. 

“Kami rencana untuk kebutuhan etanol dipenuhi dari dalam negeri,” ujarnya.

Lebih lanjut, Bahlil menyebut pabrik etanol berbahan baku tebu kemungkinan besar akan dibangun di Merauke, Papua Selatan, sementara pabrik berbahan baku singkong masih dalam tahap pemetaan.