periskop.id - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menjelaskan, pemerintah tengah menerapkan dua strategi utama untuk menjaga stabilitas pangan nasional, yakni mendigitalisasi distribusi beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) serta menugaskan Perum Bulog menyerap gabah petani untuk menjaga harga di tingkat produsen.

"Kalau Klik SPHP, itu kan supaya trace-nya ada. Jadi kita keluarkan beras SPHP, secara digital juga di data," ujar Arief dalam sesi wawancara di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, pada Senin (22/9).

Arief menyebutkan, penerapan aplikasi Klik SPHP untuk periode Juli hingga Desember merupakan langkah untuk meningkatkan presisi penyaluran, mencegah praktik tak wajar, dan sebagai tindak lanjut atas rekomendasi perbaikan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 

Ia juga mendorong Bulog untuk menyederhanakan proses di lapangan bagi mitra yang kesulitan mengakses sistem digital.

"Tinggal menyederhanakan, bukan berarti dengan digital, jadi tidak bisa tersalurkan beras SPHP-nya. Sistemnya sudah ada tapi supaya bisa disederhanakan," tambahnya.

Hingga 21 September, realisasi penjualan beras SPHP tercatat mencapai 401,7 ribu ton, atau sekitar 26,79% dari target tahunan sebesar 1,5 juta ton. 

Distribusi tertinggi dilakukan melalui 5.550 pengecer di pasar rakyat, meskipun secara volume realisasi terbesar dicatatkan oleh program Gerakan Pangan Murah (GPM).

Di sisi lain, Arief menyoroti fluktuasi harga Gabah Kering Panen (GKP) seiring dimulainya masa panen gadu pada September ini. Bapanas telah menerbitkan surat penugasan kepada Bulog untuk melakukan pengadaan gabah atau beras sebagai jaring pengaman bagi petani.

"Sekarang harga GKP ada yang Rp7.000 per kilo, kecuali di Makassar, itu Rp6.500-an, hari ini karena lagi panen. Ini yang harus dijaga," ungkap Arief.

Berdasarkan surat Kepala Bapanas Nomor 257/TS.03.03/K/9/2025 tertanggal 18 September, Bulog diminta untuk melakukan pengadaan GKP dengan harga beli Rp6.500 per kilogram. 

Pembelian ini dapat dilakukan melalui mekanisme Cadangan Beras Pemerintah (CBP) maupun komersial, terutama di wilayah yang harga GKP-nya setara atau lebih rendah dari angka tersebut.

Langkah ini diambil sebagai strategi intervensi pemerintah mengingat proyeksi neraca beras Bapanas menunjukkan tren penurunan produksi pada akhir tahun. 

Produksi beras diperkirakan menurun menjadi 2,7 juta ton pada Oktober, 1,7 juta ton pada November, dan 1,1 juta ton pada Desember.

"Jadi ini yang memang harus kita jaga bersama-sama. Badan Pangan Nasional bersama Bulog menyiapkan stok CBP untuk disalurkan ke masyarakat sebagai strategi intervensi ke depannya," tutup Arief.