Komite IV DPD RI hari ini menyelenggarakan Rapat Kerja bersama Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya di Jakarta, Senin (3/11), membahas kondisi ekonomi makro terbaru. Salah satu poin utama yang disoroti adalah capaian inflasi Indonesia yang relatif sangat rendah dibandingkan negara-negara G20.
Data menunjukkan, inflasi year-on-year (yoy) pada September 2025 tercatat sebesar 2,65%, menjadikannya salah satu yang terendah di antara negara-negara anggota G20.
Menkeu Purbaya merespons positif data inflasi yang terkendali ini, namun menyatakan fokus utama pemerintah adalah memastikan transmisi kebijakan moneter berjalan optimal, yang ujungnya dapat menurunkan biaya pinjaman bagi sektor riil.
Purbaya menjelaskan bahwa inflasi yang rendah seharusnya memungkinkan penurunan suku bunga pinjaman bank secara signifikan.
“Kenapa saya suka inflasi rendah? Harusnya kalau kita lihat inflation targeting regime yang dijalankan Bank Sentral, harusnya dia mungkin 3,65% suku bunga acuannya. Bukan itu yang saya incar, yang saya incar adalah suku bunga pinjamannya harus turun ke bawah itu, di atas itu sedikit paling 2-3%, ya 3,5% harusnya kalau stabil kan,” harapnya.
Ia menambahkan bahwa transmisi kebijakan moneter yang ideal akan menghasilkan suku bunga pinjaman yang kompetitif.
“Transmisi kebijakan moneter aja harusnya suku bunga pinjaman mungkin 6-7%, itu sudah cukup bersaing dengan negara tetangga kita, karena sekarang negara tetangga kita, Malaysia, sekitar segitu mungkin 5-6%, Thailand juga seperti itu,” papar Purbaya.
Sebagai informasi, dari suku bunga acuan yang ditetapkan Bank Indonesia, bank-bank biasanya menambahkan margin 2–3%. Artinya, kalau suku bunga acuan, misalnya ditetapkan 3,65%, maka suku bunga pinjaman bisa sekitar 6–7%. Itu jauh lebih baik dibanding kondisi sekarang yang lebih tinggi.
Adapun menurut hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada Oktober 2025, suku bunga acuan ditetapkan sebesar 4,75%.
Menkeu menekankan bahwa penurunan biaya pinjaman ini krusial untuk meningkatkan daya saing ekonomi nasional.
“Artinya daya saing kita dari sisi cost of capital bisa semakin baik, kalau kebijakan yang lain tadi bisa di-adjust sesuai dengan inflasi yang terjadi,” ungkapnya.
Menurunnya cost of capital diharapkan dapat mendorong investasi dan ekspansi usaha di dalam negeri, seiring dengan stabilnya harga-harga kebutuhan pokok. Dengan capaian inflasi yang rendah, tekanan terhadap Bank Sentral untuk mempertahankan suku bunga acuan tinggi pun diharapkan dapat berkurang, membuka ruang bagi kebijakan yang lebih akomodatif.
Tinggalkan Komentar
Komentar