periskop.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memperluas layanan Cek Kesehatan Gratis (CKG) ke berbagai komunitas dan perkantoran. Langkah ini diambil untuk mempercepat pencapaian target kesehatan nasional pada 2025, khususnya dalam menekan angka penyakit tidak menular (PTM) yang terus meningkat di Indonesia.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Cut Putri Arianie, menegaskan bahwa deteksi dini menjadi kunci. 

“Kami ingin masyarakat tidak hanya menunggu di fasilitas kesehatan, tetapi aktif melakukan pemeriksaan di lingkungan kerja maupun komunitas,” ujarnya dilansir dari Antara, Senin (3/11).

Program CKG sebelumnya lebih banyak dilakukan di puskesmas dan rumah sakit. Namun, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 34,1% dan diabetes melitus sebesar 10,9% pada 2018. Angka ini diperkirakan meningkat jika tidak ada intervensi lebih luas.

Dengan memperluas layanan ke kantor dan komunitas, Kemenkes berharap masyarakat pekerja yang sibuk tetap bisa melakukan pemeriksaan rutin. 

“Pemeriksaan sederhana seperti tekanan darah, gula darah, dan kolesterol bisa dilakukan cepat, sehingga pekerja tidak perlu meninggalkan aktivitas terlalu lama,” katanya.

Upaya ini juga sejalan dengan target Sustainable Development Goals (SDGs), di mana Indonesia berkomitmen menurunkan kematian prematur akibat PTM sebesar sepertiga pada 2030. Kemenkes menilai, tanpa deteksi dini, beban biaya kesehatan akan semakin berat. Data BPJS Kesehatan mencatat, klaim penyakit jantung dan diabetes menempati posisi tertinggi dengan nilai mencapai puluhan triliun rupiah per tahun.

Selain pemeriksaan kesehatan, program ini juga menyertakan edukasi gaya hidup sehat. Kemenkes menggandeng organisasi masyarakat, perusahaan, hingga lembaga pendidikan untuk mengampanyekan pola makan seimbang, aktivitas fisik, serta berhenti merokok. 

“Kami ingin perubahan perilaku berjalan beriringan dengan deteksi dini,” kata Cut Putri.

Meski demikian, tantangan tetap ada. Kemenkes harus memastikan ketersediaan tenaga kesehatan, alat pemeriksaan, serta sistem pencatatan digital yang terintegrasi. Tanpa itu, data hasil pemeriksaan bisa tercecer dan sulit digunakan untuk perencanaan kebijakan.