periskop.id - Gugatan perdata senilai Rp200 miliar yang diajukan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman terhadap Tempo resmi disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (3/11). Sidang ini memicu aksi unjuk rasa dari kalangan jurnalis dan organisasi media yang menilai gugatan tersebut mengancam kebebasan pers di Indonesia.

Aksi digelar di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan diikuti oleh perwakilan dari Tempo, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ), serta sejumlah media dan organisasi pers lainnya. Mereka menyerukan agar pengadilan menghentikan proses hukum terhadap Tempo dan mengembalikan persoalan pemberitaan ke mekanisme Dewan Pers.

Koordinator KKJ Erick Tanjung dalam orasinya menegaskan bahwa pengadilan tidak memiliki kewenangan untuk mengadili produk jurnalistik.

“Kalau Amran Sulaiman merasa dirugikan atau tersinggung atas pemberitaan Tempo, ia seharusnya menempuh mekanisme hak jawab sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pers. Namun hal itu tidak dilakukan, dan justru langsung menggugat Tempo secara perdata sebesar Rp200 miliar,” ujar Erick di lokasi aksi, Senin (3/11).

Dari pihak Tempo, Redaktur Pelaksana Desk Wawancara dan Investigasi Tempo, Raymundus Rikang, menyerukan perlawanan terhadap gugatan tersebut karena dinilai dapat berakibat buruk bagi kebebasan pers.

“Sekali saja hakim mengabulkan gugatan Amran, maka matilah kebebasan pers di seluruh Indonesia,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Umum AJI Indonesia, Nany Afrida, menilai gugatan tersebut merupakan bentuk “pemberedelan gaya baru” terhadap media.

“Gugatan senilai Rp200 miliar ini bisa membangkrutkan media. Ini cara baru membungkam pers. Sengketa pemberitaan seharusnya diselesaikan oleh Dewan Pers, bukan di pengadilan,” katanya.

Nany juga menambahkan bahwa Amran Sulaiman tidak pernah hadir dalam enam kali proses mediasi yang telah diselenggarakan sebelumnya oleh Dewan Pers untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Alih-alih mengikuti mekanisme mediasi, Amran justru memilih untuk melanjutkan perkara ke jalur peradilan.

Tentang Gugatan

Gugatan ini berawal dari laporan Tempo berjudul “Poles-Poles Beras Busuk” yang dimuat dalam edisi 16 Mei 2025. Artikel tersebut merupakan bagian dari laporan utama berjudul “Risiko Bulog Setelah Cetak Rekor Cadangan Sepanjang Sejarah”.

Melalui kuasa hukumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menilai pemberitaan itu berisi tuduhan sepihak dan tidak memiliki itikad baik. Pihaknya menuding Tempo telah menyudutkan Kementerian Pertanian dan Perum Bulog, terutama dalam bagian tulisan yang menyebut bahwa “Kementerian Pertanian mengklaim cadangan beras pemerintah berlimpah namun kualitasnya buruk.”

Amran menilai pernyataan tersebut tidak benar dan merusak reputasinya sebagai pejabat publik. Ia kemudian mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan tuntutan ganti rugi senilai Rp200 miliar, yang terdiri atas kerugian materiil dan immateriil.

Sementara itu, pihak Tempo menegaskan bahwa seluruh proses peliputan dilakukan sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Tempo juga menyatakan telah membuka ruang hak jawab bagi Amran Sulaiman, namun tidak menerima tanggapan resmi hingga gugatan diajukan ke pengadilan.